Kalau mungkin Izrail adalah manusia, dia adalah target orang yang paling
dicari di dunia. Dia, penyimpan sebuah misteri tentang mati, pemegang
nyawa manusia yang siap mencabutnya kapanpun si Pemilik mejatuhkan hari
tibanya.
Orang-orang kaya raya mungkin rela memberikan 1/3 dari hartanya untuk
menyogok Izrail. Mereka ingin tau kapan terakhir nafasnya berhembus,
lalu siap-siap mengeruk harta lagi dalam batas waktu yang tersisa agar
anak cucu mereka kelak masih menikmati hasilnya dan nama besar merekapun
akan selalu terjaga.
Durjana mungkin rela melakukan apa saja untuk mengetahui kapan tibanya
ajal mereka. Neraka adalah musuh seluruh umat di dunia, mereka salah
satunya. Jauh di lubuk hati terdalam, durjana takut mengahadapi mati
karena tau tak ada kegembiraan di dalam neraka. Dan di waktu sisa antara
hidup dan neraka itulah mereka akan betobat, agar nanti setidaknya
jarak siksa api neraka dengan badan rapuhnya tidak terlalu dekat.
Mereka yang sekarat beserta keluarganya pasti akan memohon, merengek,
menangis bahkan meraung kepada Izrail, memintanya agar tegas menjatuhkan
eksekusi tanpa harus menyiksa. Jangan biarkan dia yang tertidur dalam
tidur panjang namun bernyawa, ada di antara hidup dan mati. Jangan
biarkan mereka yang sekarat tersiksa dengan nafas tersengal hanya untuk
menunggu ajal atau datangnya keajaiban. Jangan biarkan mereka yang koma
terus menggantungi harapan dari alat-alat metal yang melilit tubuh rapuh
mereka. Atau jangan biarkan mereka yang tervonis mati meratap
menghitung hari menerka kapan nyawa lepas dari jiwa.
Namun Tuhan amat bijaksana menjadikan Izrail sebatas Makhluk Cahaya-Nya.
Tuhan tak salah membuat batasan nafas menjadi cerita misteri bagi
manusia. Tuhan sungguh Maha Bijaksana menjadikan “Kematian” sebagai kata
tanya tak terjawab. Tak ada yang bisa menerka kapan tibanya ajal kita.
Terkadang mungkin bisa diraba dengan sebuah pertanda keadaan, tapi tak
jarang kematian menjadi sebuah kejutan dalam drama insan manusia.
“kematian” adalah sebuah kata tanya penuh kejutan.
Kepergian mereka yang tiada setidaknya membawa arti.
Mereka pergi dengan sebuah makna untuk diri saya bahwa fase hidup hanya bernafas, mengisi lalu mati.
.
*Teruntuk sahabatku Feisya yang wafat pagi ini di tol Jagorawi. Innalillahi wainna ilaihi raji’un
Singapore,27 Juni 2010