Seutuh jiwa murni yang suci, ia berlari menerjang senja. Turun
hujan tak membuat dia takut, juga akan gemuruh-gemuruh kecil yang masih
sesekali bersaut-saut. Musik alam pikirnya. Setengah berlari sampai
dekat taman tempat melati berakar tumbuh, langkahnya terhenti seketika
mengingat sesuatu. Dia balik arah menuju tempat yang ia panggil rumah. 5
langkah ia tempuh, ia terhenti lagi.
“Tak perlu”, pikirnya.
Lalu ia berlari lagi menjauh dari rumah dan melewati taman melati tumbuh itu. Terus menerjang hujan dan seketika tersenyum saat ia merasakan hujan mulai melemah dan matahari mulai berkilas dari balik dedauan runcing di Taman Agnolia.
“Bella! Bella! Ayo main kesini!” panggil Sania teman kecilnya.
Bella berhenti. Rambut keritingnya terkibas saat ia beralih pandangan ke arah panggilannya.
“Mau ngapain? Kamu aja yang ikut aku!” sahut Bella.
“Kamu mau kemana?”
“Ke bukit belakang sekolah!”
“Ini kan sudah sore, nanti seram! Aku takut!!”
“Aku mau lihat pelangi!”
“Dari sini kan juga bisa terlihat, Bella!”
“Aku mau lihat dari dekat! Aku cuma punya waktu 2 minggu lagi!Cepat, mau ikut aku engga?”
“Kamu sendiri aja deh, aku malas!”
Bella lalu tak menjawab dan berlekas pergi sambil berlari lagi.
“Aku harus lihat pelangi selagi aku bisa!” ucapnya dalam hati.
Akhirnya Bella sampai di bukit belakang sekolah dengan nafas sengalnya. Ia memandang langit dan sekitarnya menunggu sebuah parabola warna yang muncul dikala matahari menang bertawar dengan hujan secara damai. Ia lihat arah utaranya, tak nampak. Begitupun selatan, timur dan.. oh barat! itu dia disana pelanginya!
Bella tersenyum. Bella duduk di semen-semen yang membeku membentuk bangku kecil di tepi taman. Bella terus melihat indahnya pelangi dari ujung ke ujung dan tersenyum lagi.
“Wow! Indah banget!!!” ucapnya senang pada diri sendiri.
Sekitar 5 menit Bella menikmati pemandangan indah itu, pelangi mulai memudar. Bella pun seperti tersadar dan…
“Yah mau ilang. Gapapa deh, yang penting sebelum aku resmi berumur 11 tahun aku masih bisa ngerasain rasa senang liat pelangi. Ini tuh bagus banget!”
Seiring pelangi yang pergi, Bella pun beranjak dari duduknya dan kembali ke arah tempat ia memulai berlari tadi. Bedanya kali ini ia berjalan pelan. Senyumnya masih disana, di bibir mungilnya. Sambil menunduk memperhatikan langkahnya, pikirannya melayang ke sebuah pernyataan yang terlontar dari kakak perempuan yang berjarak 10 tahun lebih tua darinya.
“Bella serius cuma mau hadiah pelangi? Sana lari, cari pelangi! Mumpung kamu umurnya masih 10 tahun! Dewasa nanti, kamu ga bisa lagi loh minta pelangi. Yang ada malah diketawain! Terlalu munafik aja gitu, hahaha”
Langkah perlahannya membawa Bella mendekati rumahnya. Sebelum ia melangkahkan kaki melewati pintu gerbangnya, Bella terdiam dan melihat langit lagi. Dia diam.
“Kok hal yang indah kaya gini dibilang munafik ya? Aneh banget sih dunia!”
Bella masuk ke rumahnya dengan sebuah pertanyaan yang mungkin akan terjawab 10 tahun setelah hari itu.
Singapore, 18 Maret 2011
“Tak perlu”, pikirnya.
Lalu ia berlari lagi menjauh dari rumah dan melewati taman melati tumbuh itu. Terus menerjang hujan dan seketika tersenyum saat ia merasakan hujan mulai melemah dan matahari mulai berkilas dari balik dedauan runcing di Taman Agnolia.
“Bella! Bella! Ayo main kesini!” panggil Sania teman kecilnya.
Bella berhenti. Rambut keritingnya terkibas saat ia beralih pandangan ke arah panggilannya.
“Mau ngapain? Kamu aja yang ikut aku!” sahut Bella.
“Kamu mau kemana?”
“Ke bukit belakang sekolah!”
“Ini kan sudah sore, nanti seram! Aku takut!!”
“Aku mau lihat pelangi!”
“Dari sini kan juga bisa terlihat, Bella!”
“Aku mau lihat dari dekat! Aku cuma punya waktu 2 minggu lagi!Cepat, mau ikut aku engga?”
“Kamu sendiri aja deh, aku malas!”
Bella lalu tak menjawab dan berlekas pergi sambil berlari lagi.
“Aku harus lihat pelangi selagi aku bisa!” ucapnya dalam hati.
Akhirnya Bella sampai di bukit belakang sekolah dengan nafas sengalnya. Ia memandang langit dan sekitarnya menunggu sebuah parabola warna yang muncul dikala matahari menang bertawar dengan hujan secara damai. Ia lihat arah utaranya, tak nampak. Begitupun selatan, timur dan.. oh barat! itu dia disana pelanginya!
Bella tersenyum. Bella duduk di semen-semen yang membeku membentuk bangku kecil di tepi taman. Bella terus melihat indahnya pelangi dari ujung ke ujung dan tersenyum lagi.
“Wow! Indah banget!!!” ucapnya senang pada diri sendiri.
Sekitar 5 menit Bella menikmati pemandangan indah itu, pelangi mulai memudar. Bella pun seperti tersadar dan…
“Yah mau ilang. Gapapa deh, yang penting sebelum aku resmi berumur 11 tahun aku masih bisa ngerasain rasa senang liat pelangi. Ini tuh bagus banget!”
Seiring pelangi yang pergi, Bella pun beranjak dari duduknya dan kembali ke arah tempat ia memulai berlari tadi. Bedanya kali ini ia berjalan pelan. Senyumnya masih disana, di bibir mungilnya. Sambil menunduk memperhatikan langkahnya, pikirannya melayang ke sebuah pernyataan yang terlontar dari kakak perempuan yang berjarak 10 tahun lebih tua darinya.
“Bella serius cuma mau hadiah pelangi? Sana lari, cari pelangi! Mumpung kamu umurnya masih 10 tahun! Dewasa nanti, kamu ga bisa lagi loh minta pelangi. Yang ada malah diketawain! Terlalu munafik aja gitu, hahaha”
Langkah perlahannya membawa Bella mendekati rumahnya. Sebelum ia melangkahkan kaki melewati pintu gerbangnya, Bella terdiam dan melihat langit lagi. Dia diam.
“Kok hal yang indah kaya gini dibilang munafik ya? Aneh banget sih dunia!”
Bella masuk ke rumahnya dengan sebuah pertanyaan yang mungkin akan terjawab 10 tahun setelah hari itu.
Singapore, 18 Maret 2011